Ayah Bunda, pernah dengar istilah resiliensi? Menurut American Psychological Association, resiliensi adalah sikap ketahanan individu sebagai bentuk proses adaptasi dalam menghadapi kesulitan, trauma, tragedi, ancaman atau sumber stres yang signifikan mungkin terjadi seperti masalah keluarga dan hubungan dengan orang lain, masalah kesehatan yang serius atau masalah di tempat kerja, dsb. Resiliensi atau ketahanan ini akan terwujud dalam bentuk perilaku “bangkit kembali” saat menghadapi berbagai pengalaman sulit yang terjadi. Dikarenakan kehidupan dan situasi yang dinamis, maka setiap individu tidak selamanya mengalami hidup yang mulus. Akan ada masanya manusia mengalami tekanan, situasi sulit, krisis, dan berbagai masalah yang dapat menimbulkan stress dan emosi negatif, sehingga manusia harus mampu beradaptasi dan menghadapi berbagai kesulitannya dengan bangkit kembali. Meskipun karakter resiliensi ini tidak memastikan individu akan terhindar dari berbagai kesulitan, namun dengan resiliensi individu akan lebih mampu mengelola emosi negatif, stress, atau dampak lainnya dari situasi sulit yang dihadapi. Sayangnya, karakter resiliensi belum tentu terbentuk dengan sendirinya, namun melalui proses yang dapat dipelajari. Maka penting bagi kita selaku orangtua untuk membangun karakter resiliensi anak. Berikut beberapa tips yang dapat dilakukan orangtua untuk mengembangkan karakter resiliensi pada anak:
- Membangun hubungan erat dengan anak
Mengajarkan resiliensi bukan semata untuk membentuk kemandirian yang kokoh pada diri anak, karena nyatanya manusia terkadang membutuhkan bantuan dan kehadiran orang lain. Maka penting bagi anak untuk mengetahui bahwa mereka memiliki sumber bantuan tersebut dari lingkungan sekitarnya, khususnya keluarga. Dengan membangun hubungan erat yang positif dengan anak, maka anak akan memahami bahwa ia memiliki dukungan tanpa syarat dari kedua orangtuanya yang dapat membuat anak merasa lebih kuat. Dengan adanya support system dari lingkungan utama di sekitarnya, anak akan belajar bahwa mereka dapat mencari bantuan, dukungan dan bimbingan dari orangtua dalam menghadapi kesulitan yang dihadapi. Membangun hubungan erat dengan anak dapat dilakukan dengan rutin meluangkan waktu berdua dengan anak, bermain bersama, berbagi cerita, hingga diskusi tentang pengalaman masa lalu orangtua dalam menghadapi kesulitan. Ingatlah bahwa orangtua adalah role model bagi anak. Jauhkan diri dari handphone, laptop, televisi dan pekerjaan lainnya saat sedang menghabiskan waktu berdua dengan anak.
- Dibandingkan langsung menjawab pertanyaan anak, ajaklah anak diskusi
Merupakan hal yang wajar jika anak mendatangi orangtua kala mereka kesulitan. Beberapa anak yang mengindikasikan resiliensi rendah akan cenderung mudah menyerah (hopeless) dan sulit memecahkan masalah sendiri sehingga alternatif yang kerap dilakukan adalah bertanya dan minta pertolongan orangtua. Jika situasi ini terjadi, terkadang secara spontan orangtua meresponnya dengan langsung menjelaskan dan mengajarkan apa yang harus dilakukan. Namun alih-alih membantu anak dengan langsung memberi jawaban, ajaklah anak untuk berpikir bersama-sama. Berikan pertanyaan balik kepada anak tentang masalah yang sedang dihadapi dan diskusikan bersama. Ada kalanya anak masih tetap menunjukan kebingungannya, namun dengan latihan seperti ini anak akan belajar mengembangkan ide-ide kreatif penyelesaian masalah dan orangtua dapat membantu mengkoreksi bila dirasa solusi anak belum efektif. Jadi anak dapat belajar mempertimbangkan konsekuensi dari ide-ide solusi yang didiskusikan.
- Fokus pada proses
Berilah pujian pada anak ketika ia telah berusaha atau mencoba melakukan sesuatu. Dengan memberi pujian pada proses yang telah dilalui, anak akan memahami bahwa usaha yang dilakukannya adalah bentuk semangatnya yang patut diapresiasi, baik itu yang hasilnya sudah sesuai harapan ataupun yang belum. Meskipun belum tentu berhasil dan sesuai harapan, namun anak akan menyadari bahwa proses belajar dan latihan yang dilakukannya akan membantu performanya semakin baik lagi kedepannya jika ia ia mau terus berusaha. Dalam memberi pujian, fokuslah untuk memuji usaha anak yang sudah baik, misal ketika anak sudah berusaha menyelesaikan tugas prakaryanya, katakan pada anak “kakak hebat sudah bisa buat prakaryanya dengan rapih” dibandingkan dengan mengatakan “kakak emang hebat”. Jika masih ada hal yang perlu diperbaiki, orangtua perlu jujur menyampaikan masukannya kepada anak, agar anak memahami apa yang sudah baik dan belum, apa yang perlu dipertahankan dan masih harus ditingkatkan.
- Ajak anak coba pengalaman baru
Mengajak anak melakukan sesuatu yang baru, seperti sebelumnya anak tidak pernah coba mengikuti kegiatan robotik karena menurutnya jika di bidang science ia akan gagal. Mungkin sebelumnya anak berpikir bahwa ia tidak akan bisa melakukannya karena merasa science tidak sesuai dengan dirinya. Namun dengan mengajak anak untuk coba melakukannya, anak akan belajar bahwa kemampuan dirinya bukanlah sesuatu yang menetap, namun ia dapat mengembangkannya dan menambah kemampuan baru. Anak akan belajar bahwa ia memiliki kekuatan untuk tumbuh dan meningkatkan keterampilan dirinya jika ia mau berusaha.
Selamat mencoba dan selamat berproses Ayah Bunda!
“Like building a muscle, increasing your resilience takes time and intentionality” – (American Psychological Association)
Penulis: Fakhrani Isti Irsalina, S.Psi