“Proaktif atau Reaktif ?” Cara Merespon Kesalahan Anak

rsz_1rsz_mother-scolding-her-daughter-living-room.png

Setiap anak yang terlahir di dunia adalah seorang individu yang memiliki identitas nya sendiri sejak ia dilahikan. Selayaknya Ayah dan Bunda, anak juga di ciptakan oleh Tuhan dengan membawa kelebihan dan kekurangan di dalam dirinya. Setiap anak tentu berbeda dan memiliki karakternya masing-masing, sehingga kurang bijak rasanya jika orangtua membandingkan anak dengan orang lain, sekalipun dengan saudaranya sendiri. Manusia memiliki dua pilihan dalam bersikap, pertama adalah reaktif dan kedua adalah lawan dari reaktif yaitu proaktif. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, proaktif adalah sifat/perilaku yang lebih aktif. Sedangkan reaktif adalah sifat/perilaku yang cenderung, tanggap, atau segera bereaksi terhadap sesuatu yang muncul. Di dalam pengasuhan anak, respon reaktif kerap dilakukan orangtua ketika anak melakukan kesalahan. “trus kalau anaknya salah apakah kita diamkan saja?”. Tenang dulu nih Ayah Bunda, berikut penjelasannya.

Terkadang ketika orangtua mengetahui anak berbuat salah, misal anak menumpahkan sesuatu, membanting make up Bunda, atau mengambil barang orangtua tanpa izin, seringkali respon yang di berikan orangtua adalah langsung memarahinya dan tidak jarang juga yang langsung melabel anak dengan sebutan “anak bandel, tidak bisa diatur, dsb.”. Respon tersebut merupakan bentuk sikap reaktif orangtua terhadap perilaku anak. Maksud hati ingin menyadarkan anak akan kesalahannya, anak justru akan merasa dirinya “diserang” oleh orangtua sehingga anak tidak memahami pesan/nasihat yang diberikan. Dengan situasi tersebut, dikhawatirkan anak dapat membentuk persepsi jika orangtua tidak menyayanginya karena respon sikap orangtua yang dirasakannya. Apalagi jika orangtua terus menerus memberikan respon reaktif disertai dengan labeling yang buruk pada anak, hal tersebut dapat menumbuhkan rasa negatif seperti tiak suka dengan orangtua. Bila orangtua dapat mengendalikan diri, emosi dan melakukan pola pernapasan yang tepat (tarik napas-tahan-hembuskan) untuk menenangkan emosi yang dirasa, orangtua akan lebih mampu untuk memberikan respon “marah” tanpa membuat anak merasa “diserang”. Pesan / nasihat yang hendak disampaikan kepada anak akan lebih mudah diterima sehingga anak tidak salah membentuk persepsi atau berpikiran orangtua tidak menyayanginya.

Sebagai contoh, ketika anak mengambil uang orangtua tanpa izin, orangtua dapat merespon merespon dengan menanyakan alasan dari perilaku anak “kenapa adik ambil uang mama tanpa izin?” atau “adik mau memangnya mau beli apa? sampe adik ambil uang mama tanpa izin?”. Dengarkan dan pahami terlebih dahulu alasan dan pembelaan diri anak. Hal ini adalah cara mendasar yang dapat dilakukan orangtua untuk mendengarkan aspirasi anak yang mungkin sebelumnya tidak bisa anak sampaikan langsung sehingga melakukan perilaku yang tidak sesuai harapan. Setelah anak menyampaikan alasannya, orangtua dapat menyampaikan kekecewaan atas perilaku anak dengan sikap dan bahasa tubuh tenang namun tetap tegas. Misal dengan mengatakan “tapi mama kecewa kalau adik ambil uang mama tanpa izin, karena perilaku itu tidak baik”. Lakukan hal ini dengan posisi tubuh dan wajah yang sejajar dengan dengan posisi anak. Setelah anak memahami konsep dasar tersebut, orangtua dapat memberi pemahaman nilai-nilai kebaikan atau perilaku yang diharapkan dari anak, salah satunya dengan menjelaskan contoh yang bisa dimengerti anak. Misalnya dengan mengatakan “Kalau misalnya uang/mainan adik di ambil orang lain tanpa izin, adik suka tidak?”. Respon seperti ini merupakan respon proaktif yang bisa dilakukan orangtua ketika menghadapi perilaku anak yang tidak diharapkan serta membantu anak untuk berpikir akan konsekuensi dari setiap perilaku sebelum bertindak.

Dengan menyampaikan emosi, pikiran, nasihat dan contoh melalui cara yang tepat kepada anak, maka pesan positif, sikap kebaikan atau perilaku yang hendak ditanamkan dan diharapkan muncul akan lebih mudah dipahami anak dan bertahan pada diri mereka. Sehingga kedepannya anak dapat berperilaku secara konsisten dengan nilai-nilai yang sudah diajarkan. Sebagai orangtua sangat penting bagi kita untuk cermat dalam merespon perilaku anak. Jangan sampai niat baik yang orangtua ingin sampaikan kepada anak justru menjadi boomerang yang membuat anak membentuk persepsi dan emosi negatif kepada orangtua sehingga membentuk perilaku yang tidak diharapkan.

Selamat mencoba Ayah Bunda hebat. Selamat berproses dan menikmati hasilnya!

Penulis: Rahma Aulia, S.Psi

picture: House photo created by peoplecreations – www.freepik.com