Menemani anak ketika belajar adalah keinginan kita ketika menjadi seorang ibu. Namun, tidak jarang banyak ibu-ibu yang mengeluh ketika mengajarkan anaknya sampai-sampai emosi pun turut andil ketika kita menemani anak belajar.
Tidak mudah memang untuk menahan amarah ketika menemani anak belajar. Apalagi jika anak kita memiliki kesulitan-kesulitan belajar yang secara awam tidak banyak diketahui. Sehingga tidak jarang kita sebagai orangtua mulai naik pitam ketika sudah sekian kali diajarkan tapi tidak juga dipahami oleh anak.
Sayangnya, jika kita sudah menggunakan emosi ketika mengajar maka akan berdampak negatif pada diri anak. Anak akan merasa tidak percaya diri, enggan untuk berusaha sampai penolakan terhadap ucapan yang diberikan oleh orangtua atau pada umumnya anak sudah diberikan label “anak bandel”. Padahal, hal ini akan membuat anak memblok masukan-masukan positif untuk kemajuan dirinya. Dan untuk menghilangkan “blok-blok” ini akan sulit dilakukan jika kita terus menerus melabel anak kita dengan “anak bandel” atau kata negatif apapun yang disandarkan pada anak.
Agar kesulitan-kesulitan belajar yang dialami anak tidak berlanjut ke-melebel negatif anak, maka sebagai orangtua kita harus menahan diri atau sabar, mengamati, ketika anak tidak menguasai apa yang telah kita sampaikan berkali-kali. Setidaknya kita punya anggapan bahwa anak mungkin *belum waktunya* mencapai tahap yang kita harapkan. Selain itu kita harus mengamati adakah memahami apakah ada indikasi kesulitan belajar pada anak kita. Ketika kita sudah tahu penyebabnya, maka kita harus mengambil tindakan yang sesuai dengan kondisi anak kita.
Namun, jika kesabaran yang menjadi hambatan bagi kita untuk menyampaikan pelajaran maka ada baiknya kita memberikan kepercayaan kepada oranglain yang memiliki kapasitas lebih untuk menemani anak kita belajar tanpa melepas pemantauan proses belajarnya.
Penulis : Eni Rosintan, S.Pd