Seiring dengan hadirnya mentri pendidikan baru, biasanya selentingan “Ganti mentri, ganti kurikulum” pun menjadi pembicaraan hangat di masyarakat. Orangtua pun khawatir mengenai kelangsungan sistem belajar anaknya di sekolah. Terlebih, orangtua khawatir jika pergantian kurikulum berpengaruh pada keberhasilan pendidikan anak.
Beberapa ahli pendidikan mendefinisikan kurikulum sebagi sebuah perencanaan pengajaran. Termasuk Crow & Crow (2001) yang menjelaskan bahwa kurikulum adalah rancangan & pengajaran yang disusun secara sistematis untuk menyelesaikan suatu program untuk memperoleh ijazah. Ada juga J. Alen Saylor, A. William & L. Arthur J (2003) yang menjelaskan bahwa kurikulum adalah sebuah perencanaan untuk mengoptimalkan seperangkat pembelajaran untuk seseorang agar orang tersebut menjadi terdidik dalam suatu aspek.
Kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan, sejak kemerdekaan Indonesia memang sudah dipandang sebagai sesuatu yang dinamis. Sesuatu yang perlu dikembangkan sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya. Perbedaan ini terjadi sebagai hasil interaksi dari perubahan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia dan harapan penghidupan yang lebih baik untuk masyarakat Indonesia ke depannya.
Indonesia sudah 10 kali pergantian kurikulum sejak rencana belajar 1947 hingga rencana penerapan E-sabak. Sebelum rencana e-sabak muncul, kurikulum yang digunakan adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Kurikulum 2013. KTSP mernberikan otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan, disertai seperangkat tanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan peserta didik serta tuntutan masyarakat. Setiap sekolah memiliki kebebasan untuk menyusun sesuai dengan kebutuhan siswa dan tuntutan lingkungannya. Dalam KTSP, pelaksanaan kurikulurn didukung oleh partisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik yang tinggi. Dengan demikian, keberhasilan KTSP merupakan hasil sinergi (synergistic effect) dari kolaborasi tim disekolah dan di rumah yang kompak dan transparan.
Kurikulum 2013 merupakan salah satu cara penyempurnaan KTSP dan kurikulum-kurikulum sebelumnya dalam kedalaman pemahaman dan kemampuan aplikasi cara analisa situasi. Melalui kurikulum 2013, pemerintah berusaha menyiapkan peserta didik di Indonesia menghadapi persoalan-persoalan kompleks dengan cara yang praktis dan tingkat pemahaman yang lebih komprehensif. Tujuan pembelajaran yang bersifat menghafal dan mencakup bahan ajar yang terlalu luas, dirasakan tidak lagi sesuai dengan karakteristik rakyat Indonesia. Sehingga pemerintah pun menjalankan kurikulum 2013 yang lebih menitikberatkan pada ketrampilan dan keahlian siswa didik dalam menerjemahkan dan memahami bahan ajar sehingga dapat diapplikasikan di daerah masing-masing untuk menghadapi tuntutan di lingkungan masing-masing. Siswa diharapkan memiliki wawasan luas secara detail dan mendalam.
Kemudian, muncul rencana pengalihan kurikulum 2013 ke penggunaan E-sabak. E-sabak muncul sebagai upaya pemerintah untuk meratakan kesempatan belajar dan memperoleh pengajaran bagi seluruh rakyat Indonesia terutama anak-anak yang berada di daerah terpencil atau perbatasan. Dengan asumsi bahwa distribusi ilmu akan menjadi lebih mudah ketika ilmu disampaikan secara cyber, e-sabak hadir menggantikan buku cetak yang dirasakan lebih mahal dan lebih sulit terdistribusi. Modul bahan ajar dan catatan latihan semua di simpan secara elektronik untuk memudahkan siswa, pengajar, dan orangtua untuk mengaksesnya. Kemudahan ini diharapkan dapat memberikan harapan baru bagi anak-anak yang ada di daerah terpencil atau perbatasan dan juga bagi orangtua yang memiliki waktu yang terbatas untuk mengawasi dan mendampingi perkembangan belajar anak.
Layaknya berdiri di sebuah roda yang sedang bergerak, maka hanya penumpang yang bisa menyelaraskan gerakkan tubuhnya dan perputaran roda lah yang akan bertahan. Jika kurikulum adalah sebuah roda yang bergerak, maka selayaknya orangtua membantu anak menjadi penumpang yang mampu beradaptasi dengan perubahan yang mungkin terjadi.
Ada beberapa hal yang mempengaruhi kemampuan anak beradaptasi dengan perubahan kurikulum, seperti :
Kemampuan mengenali gaya belajar yang sesuai
Gaya belajar adalah sesuatu yang spesifik dan unik. Gaya belajar cenderung bersifat individual dan stabil dengan berjalannya waktu. Ketika anak sudah mengenal gaya belajarnya sendiri maka prestasi anak di sekolah akan cenderung stabil walaupun ada perubahan kurikulum di sekolah.
Kemandirian
Mandiri dalam arti yang luas adalah mampu memilah, memproses, dan mengartikan informasi secara aktif. Ketika anak memiliki kemandirian yang cukup maka anak akan dapat memilah-milah informasi yang ia perlukan untuk memahami suatu pelajaran, mencari informasi baru di tempat baru ketika informasi yang diberikan guru/buku cetak acuan dirasakan kurang, serta mampu menggunakan pengetahuan yang ia miliki dari pembelajaran dalam rangka memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Keterampilan mengaplikasi ilmu pada permasalahan sehari-hari
Pengaplikasian ilmu sesungguhnya merupakan bagian dari kurikulum sejak awal pembentukan kurikulum Indonesia. Dengan mengaplikasikan ilmu, anak diharapkan dapat menguasai ilmu pengetahuan dengan seutuhnya. Dengan mengaplikasikan ilmu, anak diharapkan melalui proses trial-error dan berpikir analitis yang lebih kompleks saat mendalami penguasaan suatu ilmu.
Ketika seorang anak sudah bisa mengaplikasikan ilmu yang ia dapat disekolah, maka pergantian kurikulum bukan lain masalah bagi prestasinya. Hal itu disebabkan, anak sudah terbiasa mengolah dan mengintisarikan suatu ilmu pengetahuan secara mandiri.
Fleksibilitas berpikir dan berperilaku
Fleksibilitas berpikir merupakan hasil dari suatu proses eksplorasi yang bebas dan terarah. Fleksibel menentukan informasi mana yang perlu diolah, bagaimana cara pengolahan yang pas, dan bagaimana informasi tersebut dapat diaplikasikan sebagai sesuatu yang bermanfaat. Flesibilitas berpikir membantu siswa untuk menentukan sikap jika tiba-tiba ibu/bpk guru tidak bisa hadir mengajar dan menitipkan tugas-tugas diskusi yang harus diselesaikan.
Anak dengan fleksibilitas berpikir yang tinggi, ketika menghadapi perubahan tidak akan memakan waktu lama bergelut dengan emosi yang dirasakan atas perubahan yang terjadi. Anak akan cenderung lebih cepat memproses apa-apa yang dapat dikerjakan untuk beradaptasi dan berhasil di situasi yang baru.
Kemampuan sosialisasi di lingkungan masyarakat selain sekolah
Perubahan sering kali membawa ketidakpastian. Bagi sebagian anak, ketidakpastian cenderung membawa perasaan tidak nyaman. Namun, hal itu biasanya terjadi pada anak-anak yang menjadikan sekolah sebagai satu-satunya sarana sosialisasi. Bersosialisasi dengan teman seusia di kegiatan lain diluar sekolah dapat menjadi salah satu kekuatan anak dalam menghadapi perubahan-peruabahan di sekolah yang disebabkan oleh perubahan kurikulum. Disatu sisi, anak dapat melihat bahwa perubahan terjadi diseluruh sekolah dan hampir seluruh temannya di sekolah ataupun di luar sekolah berusaha beradaptasi dengan perubahan yang ada.
Dengan kelima kemampuan dan keterampilan di atas, diharapkan prestasi anak di sekolah dan di luar sekolah akan tetap bersinar terlepas dari perubahan kurikulum, bahan ajar, atau cara pengajaran yang terjadi. Pemerintah akan terus berusaha memberikan yang terbaik dengan cara memperbaharui dan menyempurnakan kurikulum, orangtua dan peserta didik pun akan berusaha menyerap yang terbaik dari yang diberikan dengan cara mengenali situasi sekitar, tantangan yang dihadapi, ilmu pengetahuan yang diperlukan, dan mengaplikasikan ilmu yang tepat guna demi kehidupan yang lebih baik.