Pernahkan secara tidak langsung Ayah Bunda menyalahkan anak? Seperti menyalahkan karena ruangan berantakan, salah dalam mengambil barang yang diminta, dst.? Tindakan tersebut mungkin saja tanpa disadari pernah kita lakukan terhadap anak karena adanya rasa kecewa yang mungkin tidak kita sadari. Namun sayangnya hal tersebut dapat berdampak buruk pada perkembangan psikologis anak. Contoh lain ketika kita memarahi anak karena nilai akademiknya turun atau tidak sesuai dengan harapan kita, hal ini dapat memunculkan perasaan negatif pada anak seperti merasa diremehkan, tidak memiliki keinginan untuk belajar lagi jika setiap kali nilainya tidak memuaskan karena adanya kesan disalahkan hingga kemungkinan anak mengembangkan efikasi diri yang rendah dan berdampak pada performansi anak kedepannya.
Lalu, apa sebenarnya efikasi diri? dan seberapa penting efikasi diri dan bagaimana sebaiknya kita bersikap agar efikasi diri anak dapat terbentuk dengan baik ?
Efikasi diri adalah kepercayaan individu bahwa ia dapat menguasai sebuah situasi dan menghasilkan performa yang positif (King, 2010). Efikasi diri sangatlah penting karena dapat berpengaruh pada perilaku anak. Ketika anak memiliki efikasi diri yang tinggi, anak tersebut akan cenderung memandang tugas tertentu sebagai sebuah tantangan dan akan mencoba menyelesaikannya, sekalipun merupakan suatu tugas yang sulit menurutnya. Anak akan memiliki komitmen untuk mencapai suatu tujuan dan berusaha keras untuk mencegah kegagalan. Sedangkan anak yang memiliki efikasi diri yang rendah, anak tersebut akan cenderung menghindari tugas-tugas yang sulit dan tidak menyukai tantangan. Dengan demikian pembentukan dan pengembangan efikasi diri pada anak menjadi hal yang tidak boleh terlewat dalam mendukung perkembangan anak. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan efikasi diri pada anak adalah dukungan sosial yang diberikan oleh orangtua. Dukungan apa saja yang dapat diberikan orangtua kepada anak? Berikut ulasannya
- Membangun hubungan efektif dengan menjaga kualitas komunikasi bersama anak
Dalam upaya melakukan pendampingan dan pemantauan, akan lebih efektif dan baik bila orangtua menggunakan model komunikasi terbuka. Dengan menerapkan model komunikasi terbuka, anak dapat dengan mudah meluapkan pikiran, perasaan, hingga keluh kesah yang dialaminya. Hal ini bisa terkait dengan tugas-tugas, maupun kegiatannya sehari-hari, ataupun seputar lingkup pertemanannya. Kita dapat memposisikan diri sebagai teman (setara) agar anak tetap merasa nyaman dan merasa dipahami oleh orangtuanya.
- Meningkatkan kehangatan hubungan orangtua dan anak dengan afeksi nyata
Kita dapat memulainya terlebih dahulu untuk memberikan afeksi (kasih sayang) ke anak, baik berupa perilaku verbal (seperti pernyataan Ayah Bunda menyayangimu) maupun perilaku non-verbal (seperti mendengarkan, memeluk, dan mencium anak). Perilaku yang terkesan kecil tersebut ternyata dapat menumbuhkan konsep mengenai unconditional love pada diri anak sehingga akan membentuk rasa percaya diri anak terhadap kemampuan yang dimilikinya.
- Jangan hanya memonitor, yuk ikut terlibat dalam kegiatan anak
Kehadiran orangtua pada kegiatan anak menjadi hal yang special bagi mereka, apalagi jika kegiatan tersebut adalah momen penting bagi anak. Misal ketika anak ada pentas seni, ada baiknya kita meluangkan waktu untuk menghadiri kegiatan tersebut. Tidak datang terlambat dan berusaha duduk di kursi terdepan akan membuat anak merasa dihargai karena melihat figur orangtua yang memperhatikan hasil kerjanya. Begitu pula dalam proses persiapan atau kegiatan anak lainnya, orangtua dapat ikut mendampingi dan juga membuat dokumentasi seperti memfoto ataupun merekam kegiatan anak serta memberi masukan/pendapat kita kepada anak. Dengan bentuk-bentuk keterlibatan orangtua pada kegiatan anak, akan membuat anak menjadi lebih diperhatikan, dihargai dan kebutuhannya untuk mendapat dukungan dari kita selaku orangtua jadi terpenuhi.
Anak merupakan anugrah yang diberikan oleh Tuhan, sudah sepatutnya kita menjaga dan memberikan kasih sayang tanpa syarat (unconditional love) pada anak sebaik mungkin. Bila anak jatuh atau mengalami kegagalan, sebisa mungkin menjauhi label negatif pada anak. Tetaplah aktif dalam menjaga hubungan dengan anak guna memastikan bahwa kebutuhannya akan perhatian dan kasih sayang dari kita tetap dapat terpenuhi dengan baik. Ada baiknya secara perlahan kita merefleksikan diri dan mulai memberikan dukungan yang terbaik agar anak dapat tumbuh menjadi manusia yang utuh dan yakin dengan kemampuan yang dimilikinya. Pola asuh yang kita pilih dan terapkan kepada anak sangat menentukan bagaimana nantinya ketika anak tumbuh dewasa. Maka hal yang terpenting adalah yakinkan anak dan diri kita bahwa “satu keluarga; ayah, bunda, dan anak, akan hidup untuk berproses bersama untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi“.
Semangat berposes Ayah Bunda
Penulis: Narasyah Huda, S.Psi